Ada momen tertentu dalam hidup yang membuat kita terdiam dan benar-benar merasa kecil di hadapan alam. Salah satunya adalah saat berdiri di bawah langit penuh bintang di Pantai Sukamade, Banyuwangi, menyaksikan seekor penyu raksasa perlahan merayap dari laut menuju pasir, menggali lubang, lalu bertelur dengan tenang. Semua itu terjadi dalam senyap, tanpa gemerlap lampu, tanpa kebisingan manusia — hanya suara ombak dan hembusan angin malam.
Itulah keajaiban Sukamade, surga kecil bagi pecinta ekowisata dan konservasi penyu di Indonesia.
Perjalanan Menuju Alam yang Masih Asli
Perjalanan ke Sukamade sendiri sudah seperti kisah petualangan. Dari pusat Kota Banyuwangi, butuh waktu sekitar 5–6 jam untuk mencapai lokasi yang berada jauh di dalam kawasan Taman Nasional Meru Betiri. Jalurnya menembus perkebunan karet, melewati sungai tanpa jembatan, dan menantang adrenalin dengan medan off-road sejauh 30 km terakhir.
Namun sesampainya di sana, semua lelah terbayar. Udara bersih, suasana sepi, dan pantai berpasir halus tanpa jejak bangunan permanen — semuanya membuat Sukamade terasa seperti dunia lain yang lepas dari modernitas.
Pantai Sukamade: Habitat Penyu Paling Aktif di Jawa
Pantai Sukamade dikenal sebagai salah satu lokasi penyu bertelur paling aktif di Indonesia. Sejak tahun 1972, kawasan ini dijadikan pusat konservasi penyu Meru Betiri untuk melindungi empat spesies utama:
- Penyu Hijau (Chelonia mydas)
- Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata)
- Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea)
- Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea) – yang sangat langka
Hampir setiap malam, terutama antara bulan November hingga Maret, pengunjung berpeluang menyaksikan proses alami penyu bertelur secara langsung. Saat kondisi ombak dan cuaca mendukung, biasanya satu atau dua ekor penyu naik ke pantai sekitar pukul 21.00 – 01.00 WIB.
Proses Magis: Dari Laut ke Pasir
Begitu malam tiba, para wisatawan akan berkumpul di pos konservasi sambil mendengarkan pengarahan dari petugas taman nasional. Pemandu menekankan aturan penting: tidak boleh menyalakan flash, tidak berbicara keras, dan tidak mendekati penyu dari depan.
Dengan cahaya senter redup, rombongan kemudian berjalan pelan di sepanjang pantai. Ketika seekor penyu terlihat naik ke darat, semua berhenti. Gerakannya lambat, tapi penuh kekuatan. Ia menggali lubang sedalam lengannya sendiri, lalu mulai mengeluarkan telur satu per satu — bisa mencapai 100 butir dalam sekali bertelur.
Momen itu terasa sakral. Tidak ada suara selain debur ombak dan hembusan angin. Bagi sebagian pengunjung, ini bukan sekadar tontonan alam, tapi pengalaman spiritual — menyaksikan siklus kehidupan yang sudah berlangsung ribuan tahun.
Setelah selesai, penyu menimbun sarangnya dengan hati-hati lalu kembali ke laut. Prosesnya memakan waktu sekitar dua jam. Petugas kemudian menandai lokasi sarang dan memindahkan telur-telur tersebut ke penangkaran Sukamade Hatchery agar aman dari predator alami seperti biawak dan anjing hutan.
Melepas Tukik: Emosi yang Tak Terlupakan
Keesokan paginya, wisatawan bisa ikut dalam kegiatan melepas tukik (anak penyu) ke laut. Momen ini penuh haru dan kebahagiaan. Tukik-tukik kecil berlari cepat menuju ombak pertama mereka, insting alam menuntun mereka ke samudra luas.
Setiap langkah kecil itu adalah simbol harapan — harapan bahwa sebagian dari mereka akan bertahan, tumbuh dewasa, dan suatu hari kembali ke pantai yang sama untuk bertelur.
Melihatnya secara langsung membuat siapa pun sadar betapa pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem laut.
Etika Saat Melihat Penyu Bertelur
Sebagai wisatawan, kita punya tanggung jawab untuk ikut menjaga proses alami ini tetap lestari. Berikut beberapa etika wajib saat berkunjung ke Pantai Sukamade:
- Jangan gunakan cahaya terang atau flash kamera.
Cahaya dapat mengganggu orientasi penyu dan membuatnya kembali ke laut tanpa bertelur. - Dengarkan instruksi petugas taman nasional.
Mereka tahu kapan aman dan bagaimana menjaga jarak ideal dari penyu. - Jangan sentuh penyu atau sarangnya.
Bau manusia dapat mengganggu proses alami penetasan. - Gunakan pakaian gelap dan alas kaki nyaman.
Warna terang bisa menarik perhatian penyu dan dianggap ancaman. - Bawa senter kecil berfilter merah.
Cahaya merah tidak mengganggu penyu seperti cahaya putih biasa.
Dengan mematuhi aturan ini, pengalaman melihat penyu bertelur tetap alami, etis, dan berkelanjutan.
Menginap di Tengah Alam
Kawasan Sukamade menyediakan penginapan sederhana di sekitar pos konservasi. Jangan bayangkan hotel berbintang — yang ada hanyalah kamar bersih, kasur, dan penerangan terbatas dari generator. Tapi justru di situlah letak pesonanya.
Tanpa sinyal internet, tanpa gangguan gadget, Anda bisa menikmati malam dengan suara serangga dan bintang bertabur di langit.
Beberapa operator wisata juga menawarkan paket Sukamade Adventure 2H1M, yang biasanya mencakup perjalanan jeep off-road, penginapan, makan malam sederhana, serta kegiatan melihat penyu bertelur dan melepas tukik. Paket ini sangat cocok bagi wisatawan yang ingin menikmati pengalaman lengkap konservasi Sukamade tanpa ribet mengatur logistik sendiri.
Kapan Waktu Terbaik ke Sukamade?
Waktu terbaik untuk menyaksikan penyu bertelur di Wisata konservasi penyu Sukamade adalah antara November hingga Maret, ketika intensitas pendaratan penyu lebih tinggi.
Namun, musim kemarau (Mei–Oktober) tetap ideal bagi wisatawan yang ingin menikmati perjalanan off-road tanpa kendala hujan.
Hindari datang saat gelombang tinggi atau hujan deras, karena jalur menuju Sukamade bisa menjadi sangat licin dan beberapa sungai sulit dilalui.
Refleksi Seorang Traveler
Sebagai penulis yang telah menelusuri berbagai pantai di Indonesia, dari Karimunjawa hingga Raja Ampat, saya bisa mengatakan bahwa Sukamade memiliki jiwa yang berbeda. Ia bukan sekadar tempat wisata — ia adalah ruang di mana manusia dan alam berdamai.
Melihat penyu bertelur di pantai gelap yang hanya diterangi bintang membuat saya sadar, betapa luar biasanya alam Indonesia yang masih tersisa.
Bagi siapa pun yang ingin menyentuh sisi paling murni dari perjalanan, Sukamade Adventure Banyuwangi wajib masuk daftar destinasi hidupmu. Bukan karena kenyamanannya, tetapi karena pengalaman batin yang ditawarkannya — alami, tulus, dan tak tergantikan.